Kemendagri Lakukan Pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah Setiap Tahun

321

JAKARTA-Jejaring09.com-Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus berkomitmen meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah. Komitmen tersebut diwujudkan dengan melakukan pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah (IPKD) setiap tahunnya. “Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 283, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan secara tertib, taat perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Melalui pengukuran IPKD, Kemendagri berharap hal itu bisa terwujud,” ujar Kepala Badan Litbang Kemendagri, Dr. Drs. Agus Fatoni, M.Si pada acara _Focus Group Discussion_ (FGD) Lintas _Stakeholder_ dalam Rangka Persiapan Penyusunan Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Aceh, Selasa, 27 Juli 2021.

Dalam penjelasannya, Fatoni mengatakan IPKD merupakan satuan ukuran yang ditetapkan berdasarkan seperangkat dimensi dan indikator untuk menilai kualitas kinerja tata kelola keuangan daerah yang efektif dalam periode tertentu. Dimensi IPKD sendiri, imbuh Fatoni, terdiri dari 6 aspek di antaranya kesesuaian dokumen perencanaan dan penganggaran, pengalokasian anggaran belanja dalam APBD, dan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Selain itu, terdapat juga dimensi penyerapan anggaran, kondisi keuangan daerah, dan opini Badan Pemeriksa Keuangan atas LKPD. “Keenam dimensi tersebut diatur dalam Pasal 6 Permendagri Nomor 19 Tahun 2020, yang akan dijadikan dasar dalam melakukan pengukuran kualitas kinerja pengelolaan keuangan daerah dalam IPKD,” ujarnya.

Pengukuran IPKD akan menghasilkan daerah berperingkat baik dengan perolehan nilai A. Sedangkan peringkat yang memerlukan perbaikan, mendapatkan nilai B. Sementara peringkat sangat perlu perbaikan memperoleh nilai C. “Pengelompokan hasil pengukuran IPKD berdasarkan kemampuan keuangan daerah tinggi, sedang, dan rendah,” kata Fatoni.

Fatoni menambahkan, untuk penetapan peringkat terbaik akan dibagi berdasarkan kategori. Pertama, satu daerah provinsi yang bepredikat terbaik untuk masing-masing kategori kemampuan keuangan daerah tertinggi, sedang, dan rendah. Selain itu, satu daerah kabupaten berpredikat terbaik untuk kategori kemampuan keuangan daerah tertinggi, sedang, dan rendah. Serta satu daerah kota yang berpredikat terbaik untuk masing-masing kategori serupa.

“Hasil pengukuran IPKD pemerintah daerah berpredikat terbaik secara nasional dapat dijadikan dasar dalam pemberian insentif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri secara nasional pada bulan Agustus setiap tahun,” katanya.

Selain itu juga akan ditetapkan daerah dengan peringkat terburuk dalam mengelola keuangan daerah yang dikelompokkan dalam tiga klaster kemampuan keuangan daerah. Masing-masing satu provinsi, kabupaten, dan kota yang berpredikat terburuk pada masing-masing kemampuan keuangan daerah tinggi, sedang, dan rendah. “Daerah yang memperoleh predikat terburuk tersebut akan dilakukan pembinaan secara khusus oleh Kemendagri,” ungkap Fatoni.

Fatoni berharap, melalui pengukuran IPKD kondisi tata kelola keuangan daerah dapat terpetakan dengan baik, sehingga Kemendagri dapat melakukan pembinaan terhadap daerah. Langkah tersebut juga tidak lepas dari amanat Pasal 3, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Di dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa Menteri Dalam Negeri berperan melakukan pembinaan umum terhadap pemerintahan daerah, salah satunya dalam bidang keuangan daerah. “Untuk itu saya meminta agar seluruh pemerintah daerah menginput data pengelolaan keuangannya ke dalam sistem pengukuran IPKD. Data tersebut dapat disampaikan ke laman http://ipkd-bpp.kemendagri.go.id, paling lambat tanggal 31 Juli setiap tahun,” tutur Fatoni.

Facebook Comments